Kiara Andriani. Perempuan tercantik
kedua setelah ibuku. Seorang yang dengan setia menemaniku selama 4 taun
terakhir ini. Seorang yang tak pernah lelah membuatku tersenyum. Seorang yang
sangat sabar menghadapi sifat aroganku. Yaa.. Dulu sebelum rabu kelabu itu
menghampiriku.
Rabu. 7 Maret. Kia terakhir
menghubungiku. Entah apa yang terjadi. Apa dia tau bahwa minggu lalu aku
membatalkan janji dengannya hanya demi aku berkencan dengan permpuan lain.
perempuan yang baru aku sadari sekarang tak secantik dan sesabar Kia. Apa Kia
marah dengan sikapku ini?
Ah tidak. Kia tak mungkin seperti
itu. Sudah 3 kali au ketauan jalan dengan perempuan lain tapi Kia tak pernah
marah. “Kamu boleh dekat dengan perempuan
siapa saja. Kamu juga boleh mengajak jalan perempuan lain asalkan kamu bahagia
dan kamu tak lupa pulang kepadaku.” Itu yang diucapkan Kiara saat dia mempergokiku
jalan dengan perempuan lain. “OH! HOW
LUCKY I’M.”
Lantas kenapa Kia seperti ini, sudah
seminggu lebih dia tak menghubungiku dan handphonenya pun tak aktif. Lalu ku
putuskan untuk ke rumahnya.
“Tante, Kia ada?”
“Gio. Masuk dulu.”
“Gio. Masuk dulu.”
Ada yang aneh dengan sikap ibu Kia.
Dia tak memanggil Kia namun dia mengajakku ke suatu tempat.
***
Rumah Sakit
Nampak seorang perempuan di dalam
ruang ICU yang sedang berjuang untuk hidup. Ya, itu Kiara. Dia sedang berjuang
melawan penyakit kankernya. Namun takdir berkata lain. Hari itu aku terakhir
melihat Kia. Hari terakhir aku menatapnya tanpa ada sepatah katapun. Dan aku
belum sempat meminta maaf kepadanya.
Kiara..
Mencintaimu merupakan kebahagian namun aku menyesal telah menyia-nyikannya
Maafkan aku, Kia.
Mencintaimu merupakan kebahagian namun aku menyesal telah menyia-nyikannya
Maafkan aku, Kia.
Tuhan
bila masih ku diberi kesempatan
Ijinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biar cinta hidup sekali ini saja
Ijinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biar cinta hidup sekali ini saja
Komentar
Posting Komentar