Selama bertahun-tahun aku menjadi
joki tetap jok depan, tak sekalipun aku merasa bangga dan bahagia dengan
bawaanku di jok belakang. Kadang aku merasa kesal dan iri dengan teman
sejawatku, bawaan mereka di jok belakang sungguh menarik hati, betina-betina
yang cantik jelita silih berganti mengisi ruang kosong jok belakang mereka.
Bukan, bukan aku tak pernah membawa
para betina menumpangi jok belakangku. Hampir setiap hari aku mengangkut
mereka, bahkan aku bisa membawa lebih dari satu. Namun tak satupun dari mereka
yang memikat mata. Tak ada yang cantik, seksi ataupun wangi.
Meskipun demikian, aku harus bersabar
dari olok-olokan teman-temanku karena mereka adalah sumber pendapatanku. Dengan
memperdagangkan mereka aku mendapat uang untuk menghidupi keluargaku. Aku juga
harus bertahan dengan bau mereka yang tak bersahabat dengan kedua lubang
hidungku. Ya, tiap pagi bebek-bebek dan ayam-ayam ini menjadi pelanggan setia
jok belakangku dengan tujuan pasar kota.
Belakangan, aku berdiskusi dengan
istriku, aku sudah bosan dengan pekerjaanku ini. Aku sudah bosan setiap hari
diolok-olok teman-temanku. Aku seperti pecundang di mata mereka, aku ingin
berhenti.
“Jadi bagaimana, bu? Ibu setuju
dengan rencana bapak?”
“Ibu manut apa kata bapak saja.”
“Baik kalo begitu. Mulai besok ya
bu, Ibu nggak keberatan kan? Ini demi dapur kita ngebul bu.”
Untuk pertama kali aku merasa gagah
sebagai joki jok depan. Betina yang menumpang di jok belakangku sangatlah
rupawan. Rambut hitam, ikal sebahu. Kulit sawo matang khas nusantara. Ditambah dengan
balutan rok merah hasil pinjaman di pedagang loak dan minyak wangi ramuan
kembang mawar, betinaku di jok belakang semakin rupawan.
Walau tetap ramai, suasana pasar
kota kali ini lain dari biasanya. Peran tawar-menawar Ibu-ibu digantikan oleh
bapak-bapak, terang matahari digantikan oleh lampu-lampu jalanan. Sedangkan para
pedagang tetap sama, hanya saja barang dagangan mereka yang berganti.
Hari ini aku bisa bangga dengan
tumpanganku di jok belakang. Tak ada lagi bebauan busuk menusuk hidungku. Aku bisa
sombong kepada teman yang biasa mengolokku. Kali ini aku membawa betina dengan
kualitas jauh lebih baik dengan punya mereka. Dan, tentunya kali aku bisa
membawa uang dari pasar kota lebih banyak dibanding biasanya.
Ya, betina itu adalah betinaku, ibu
dari anak-anakku dan sekarang menjadi sumber pendapatanku. Meski aku harus rela
berbagi dengan para lelaki hidung belang untuk menikmati kemolekan tubuhnya.
Komentar
Posting Komentar