Malam ini hujan lagi.
Hujan malam ini beda dengan hujan malam kemarin.
Hujan malam ini tidak deras. Gerimis. Rintik-rintik, namun
tak kunjung reda.
Hujan malam ini masih tetap tanpa kamu.
Hujan malam ini ku gantikan aroma petrichor dengan aroma kopi.
***
Aku duduk di tempat paling ujung kafe ini.
Di sudut ruangan yang bisa melihat jalanan beserta para muda-mudinya yang
berkeliaran. Secangkir cappucino peppermint dan seporsi roti bakar menemaniku
kali ini.
Jalanan ramai meski sedang diguyur hujan. Banyak
pasangan muda-mudi lalu lalang. Ada yang erat memeluk kekasihnya dari belakang
berusaha mencari kehangatan dalam hujan. Ada yang cuek sambil bermain gadget
mereka di jalanan. Ada juga yang memakai jas hujan sebelah, yang laki-laki
memakai atasannya sedangkan yang perempuan memakai bawahannya. Lucu sekali
tingkah mereka, namun aku paling suka dengan pasangan yang terakhir ini, mereka
romantis, saling berbagi dalam keterbatasan.
Begitupun kafe ini, semakin malam semakin
ramai. Ada yang datang berdua dengan pacarnya atau berdu dengan selingkuhannya.
Ada yang datang berdua dengan gebetan atau mantannya. Ada pula yang datang
beramai-ramai, entah dengan siapa, mungkin saja mereka sedang reuni disini.
Entahlah.
Aku lupa, sekarang ini malam minggu. Pantas
saja ramai. Dan mungkin hanya aku yang tetap berteman dengan kesendirian.
Kunyalakan laptop, biar orang-orang tak
memandangku aneh. Ku pasang earphone, meski disini sedang ada live music tapi aku sedang malas
mendengarkan suara-suara sumbang mbak dan mas penyanyi itu.
”Mas, password Wi-Fi disini apa ya.” tanyaku pada satu waiter
“Pacarnya mana.”
“Mas, saya tanya password Wi-Fi, mas. Kenapa mas, nanyain pacar
saya?”
“Lhaiya mbak, pacarnya mana.” Jawab masnya
ngeyel.
“Mas, saya serius nanya. Jangan becanda deh!”
“Lha saya serius jawabnya. Password Wi-Finya ‘pacarnyamana’” Jawab masnya jengkel dan
langsung minggat dari mejaku.
Aku diam sambil menatap sinis orang-orang
yang sedang memperhatikanku dengan mas-mas waiter tadi.
***
Aku menatap layar laptop. Kubuka media
player sambil mencari-cari playlist yang tepat untuk menemaniku malam ini. Dan
pilihan jatuh pada lagu-lagu Payung
Teduh.
Sampai track ke 3, aku masih biasa saja.
Menikmati roti bakar cokelat keju dan cappucino peppermintku sambil mengamati
lelaki berkaca mata di seberang mejaku. Lelaki yang sedang bersama perempuan di
depannya yang entah itu pacar, selingkuhan, mantan atau hanya sekedar teman
biasa. Lelaki yang sedari tadi kudapati sedang mencuri pandang ke arahku.
Namun pada track ke 4 dan track-track
selanjutnya, memoriku mulai bekerja. Kenangan-kenangan masa lalu bersamamu muncul
dengan brengseknya. Ku Cari Kamu – Malam – Menuju Senja – Untuk Perempuan Yang
Sedang Dalam Pelukan, berputar bergantian.
Untuk yang terakhir, aku ingat kau pernah
menyanyikannya untukku
Tak terasa
gelap pun jatuh
Diujung
malam menuju pagi yang dingin
Hanya ada
sedikit bintang malam ini
Mungkin
karena kau sedang cantik-cantiknya
Dan saat itu juga kau mengatakan padaku, kau akan pergi menemui gadis lain
yang kau cintai selain aku.
***
Hujan malam ini aku masih sendiri.
Hujan malam ini mengingatkanku atas pahitnya cinta.
Hujan malam ini mengingatkanku atas perihnya luka karena pengkhianatanmu.
Semoga hujan malam ini adalah yang terakhir untukku mengingatmu.
***
Aku pergi meninggalkan kafe. Mencoba lari dari kenanganu tentangmu.
Menembus hujan. Sendiri.
Dan benar saja, malam ini malam terakhirku mengenangmu.
Sebuah truck gandeng bermuatan batu-bata melintasi tubuhku dengan indahnya.
Aku pergi.
Aku pergi dengan segala luka.
Aku pergi dengan segala luka.
“Aku tetap mencintaimu dan semoga kau bahagia.”
Itu pesan terakhirku.
Komentar
Posting Komentar